Apa itu transaksi Non Tunai? Transaksi non-tunai adalah transaksi yang tidak menggunakan uang secara tunai (real). Hal ini karena beralihnya sistem transaksi yang ada di masyarakat dengan menggunakan teknologi pembayaran yang baru akan lebih efisien, inovatif, mudah digunakan dan tentunya lebih aman. Dengan begitu, ada banyak manfaat yang bisa anda peroleh.
Tujuan dari transaksi Non Tunai adalah :
- Salah satu cara untuk meningkatkan transparansi dan pencegahan korupsi dalam pelayanan public. Hal ini awalnya dicetuskan karena tingginya penerimaan uang tunai di loket yang menyebabkan tingginya peluang untuk korupsi.
- Menekan kriminalitas, sehingga setiap orang dapat bertransaksi dengan aman, cepat, mudah, terkontrol, mengurangi waktu perhitungan uang sekaligus meminimalisir kesalahan dalam menghitung uang dan mengurangi waktu mengantri.
Pelaksanaan Transaksi Non Tunai di Lingkungan Pemerintah Daerah
Dalam Pelaksanaan Transaksi Non Tunai di Lingkungan Pemerintah Daerah, disampaikan beberapa hal untuk dipedomani dan dilaksanakan, antara lain sebagai berikut :
1. Pendapatan Asli Daerah dilaksanakan penyetorannya secara non tunai adalah :
- Pajak penerangan jalan;
- Pajak air bawah tanah; dan
- Pajak bea perolehan ha katas tanah dan bangunan (BPHTB)
2. Badan pengelola pendapatan daerah selaku coordinator Pendapatan Asli Daerah melakukan penyiapan, pembinaan dan pengawasan serta membantu pengawasan atas proses pendapatan secara non tunai sesuai dengan kewenangannya.
3. Setiap pembayaran belanja APBD Wajib melalui Sistem Pembayaran Non Tunai termasuk pemotongan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Bendahara pengeluaran dan bendahara pengeluaran pembantu SKPD hanya boleh melakukan penarikan uang tunai pada PT. BANK SUMUT maksimal sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per hari kecuali untuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Sekretariat DPRD sebesar 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per hari.
5. Penarikan tunai sebagaimana dimaksud pada point nomor (4) dilakukan hanya untuk pembayaran sebagai berikut:
- Belanja penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta dana operasional Pimpinan DPRD;
- Belanja untuk perjalanan Dinas luar daerah bagi masyarakat/pihak lainnya;
- Bantuan kepada masyarakat selain hibah dan bantuan social;
- Belanja honorarium/jasa kepada masyarakat/pihak lainnya (institusi, lembaga dan/atau perorangan) di luar pemerintah daerah;
- Belanja uang saku, transportasi untuk Aparatur Sipil Negara/pihak lainnya di luar Pemerintah Daerah;
- Pembelian benda pos;
- Keperluan penanggulangan pada saat terjadi bencana alam;
- Belanja yang sumber dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Bantuan Operasional Kesehatan (BOK);
- Belanja kegiatan pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan masyarakat di Kelurahan yang sumber dananya berasal dari Dana Alokasi Umum.
6. Penarikan Tunai melebihi nilai sebagaimana dimaksud pada poin nomor (4), harus mendapat persetujuan BUD atau kuasa BUD dengan melampirkan rekapitulasi penggunaan dana yang peruntukannya sesuai dengan ketentuan poin nomor (5).
7. Pembayaran penghasilan PNS dan Belanja jasa pegawai honorer/tidak tetap yang bertugas di wilayah kecamatan boleh dilakukan secara tunai.
8. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran SKPD/Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPD, Bendahara Pengeluaran Pembantu Kelurahan, Bendahara Dana JKN, Bendahara Dana BOK di seluruh puskesmas dan Bendahara Dana BOS di seluruh sekolah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dikenai sanksi administrative berupa:
- Teguran lisan;
- Teguran tertulis.
9. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada poin nomor (9) huruf b dilaksanakan oleh PPKD selaku BUD, dan menyampaikan tembusannya kepada Bupati sebagai laporan.
Baca Juga : Pengertian dan Contoh Nota Dinas Terbaru
Itulah kebijakan pemerintah tentang Pelaksanaan Transaksi Non Tunai di Lingkungan Pemerintah Daerah. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan transaksi menjadi lebih mudah, efisien dan aman.