Mengenal Kesenian Endeng-endeng Suku Batak di Labura

Diposting pada

Kabupaten Labuhanbatu Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Asahan, Padang Lawas Utara, Tapanuli Utara, Toba Samosir dan Labuhanbatu (induk). Pada awalnya daerah ini menjadi bagian dari Kabupaten Labuhanbatu, namun seiring dengan berkembangan arus otonomi daerah, Pemerintah RI menetapkan Kabupaten Labuhanbatu dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Untuk itu dikeluarkanlah UU No. 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara, dan kini Labura berdiri sendiri sebagai salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.

Mengenal Kesenian Endeng-endeng Suku Batak di Labura

Ada tiga suku mayoritas yang menempati daerah ini, yakni Batak Toba, Batak Mandailing dan Jawa. Padahal wilayah ini terdapat pesisir pantai timur yang merupakan basis penghuni suku Melayu yang membentang mulai dari Langkat, Medan, Bedagai, Asahan hingga daerah Propinsi Riau. Oleh sebab itu, suku Melayu tentulah menjadi suku asli penghuni Kabupaten Labuhanbatu Utara pada awalnya. Namun migrasi penduduk yang berdatangan ke Labuhanbatu Utara baik dari selatan maupun dari utara seperti, migrasi penduduk dari daerah Toba (Tapanuli Utara) ke arah timur dan berbaur dengan masyarakat Melayu serta Batak Mandailing yang bermigrasi dari selatan mengaburkan adat dan tradisi yang berlaku di daerah ini. Maka terbentuklah tradisi dan adat budaya yang unik dan tidak ditemukan di daerah ini yaitu tarian endeng-endeng oleh masyarakat Batak Muslim di Labuhanbatu Utara.

Pada tahun 1862 Angkatan Laut Belanda datang ke sebuah kampung di Hulu Labuhan Bilik tepatnya di Desa Sei Rakyat. Di kampung ini Belanda membangun tempat pendaratan kapal dari batu beton. Tempat ini berkembang menjadi tempat persinggahan dan pendaratan kapal yang kemudian menjadi kampung besar dengan nama Pelabuhan Batu. Masyarakat mempersingkat sebutannya menjadi Labuhanbatu. Nama ini kemudian melekat dan ditetapkan menjadi nama wilayah Kabupaten Labuhanbatu. Etnis terbesar di Labuhanbatu Utara adalah Melayu, kemudian etnis Jawa, dan etnis Batak Mandiling. Etnis Melayu dan Jawa sistem kekeluargaannya tidak diikat oleh sistem kekerabatan, tetapi etnis Batak Mandailing terikat oleh sistem kekerabatan.

Pada mulanya tari Endeng-endeng adalah judul lagu yang berisi sindiran. Kata Endeng-endeng di Labuhanbatu Utara dengan Tapanuli Selatan berbeda. Pada masyarakat Labuhanbatu Utara kata Endeng-endeng tidak mempunyai arti atau makna, hanya sekedar bahasa khiasan, namun pada mayarakat Tapanuli Selatan Endeng-endeng berasal dari kata Ende, yang artinya Lagu. Tari Endeng-endeng pada masyarakat Labuhanbatu Utara sudah ada sejak tahun 1980-an, sebagai bentuk perpaduan seni Bordah dari etnis Melayu dengan tor-tor onang-onang dari etnis Mandailing. Perpaduan tersebut terlihat pada bentuk gerak dan musik. Bentuk gerak yang dimaksud adalah gerak tor-tor onang-onang dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan ke bawah (menutup) dan menggenggam.

Baca Juga :  Pendekatan Ekstrinstik, Instristik, Teori dan Kritik Sastra Terhadap Puisi

Gerak tersebut dijumpai saat pertunjukan tari Endeng-endeng pada pesta pernikahan, khitanan, dan aqiqah (mengayun anak). Pengaruh etnis Melayu terlihat dari penggunaan instrumen musik, yaitu gendang pak pung dan Robana. Tari Endeng-endeng muncul sebagai perpaduan antara seni Bordah dari etnis Melayu pesisir yang ada di Labuhanbatu Utara dengan tor-tor onang-onang yang dibawa oleh etnis Mandailing yang menetap di Labuhabatu Utara. Tari Endeng-endeng merupakan tari rakyat yang berfungsi menghibur. Selain itu, tari Endeng-endeng juga sebagai sarana untuk mengungkapkan kegembiraan dan pergaulan. Sejalan dengan fungsinya sebagai hiburan. Syair yang digunakan tidak berfokus hanya pada satu bahasa dari (etnis Mandailing), tetapi bisa dilanjutkan dengan lagu dalam bahasa daerah lainnya seperti syair dari etnis Karo, Batak Toba, Simalungun atau dalam bahasa Indonesia.

Syair Lagu Endeng-endeng yang digunakan;

Endeng-endeng  baya Situkkoni dondong,
Ahama di konang bayo na lom-lom,
Sada ditamba sada inda dibotoho,
Tammat tusikola jadi panakko.

Waktu menyajikan tari Endeng-endeng pada acara pernikahan, khitanan, dan aqiqah terbagi dua, yaitu pada waktu malam hari dan siang hari. Tetapi pada dasarnya menyajikan tari Endeng-endeng pada malam hari dan siang hari adalah sama, sesuai urutan pada sistem kekerabatan etnis Mandailing, yaitu suhut, kahanggi, mora dan anak boru. Perbedaannya terletak pada urutan acaranya, yaitu jika malam hari dilakukan sebelum kenduri setelah acara tepung tawar, sedangkan pada siang hari dilakukan setelah acara mengupah-upah. Berikut adalah urutan penyajian tari Endeng-endeng pada pesta perkawinan, khitanan, dan Aqiqah (mengayun anak).

  1. Suhut adalah merupakan keluarga dari pengantin yang melakukan pesta pernikahan tersebut (yang mempunyai pesta).
  2. Kahanggi adalah keluarga kandung dari pengantin yang melakukan pesta pernikahan tersebut, misal kakak, sepupu, dan semua keluarga yang mempunyai hubungan sedarah atau semarga dengan pengantin laki-laki.
  3. Mora adalah pihak ketiga dari keluarga yang akan mempersembahkan tariannya. Mora adalah pihak pemberi istri, dan saudara laki-laki dari pihak ibu yang disebut tulang. Anak perempuan mora akan menjadi pariban dari anak kahanggi.
  4. Anak Boru adalah adalah pihak yang mempersisteri anak perempuan (sebutan untuk menantu laki-laki) dan suami saudara perempuan dari suhut. Boru adalah sebutan untuk anak perempuan pada etnis Mandailing.
Baca Juga :  Sewa Bus Pariwisata di Jakarta Harga Murah Fasilitas Mewah

Setelah dari semua pihak keluarga menari, kemudian dilanjutkan oleh seluruh kerabat dan teman pengantin, yang diakhiri oleh panitia pelaksana pesta. Pada saat menari, mereka memjemput pengantin dari pelaminan untuk ikut menari bersama. Saat tarian berlangsung, pihak suhut, kahanggi, mora dan anak boru akan memberikan kain sarung sebagai persembahan. Selain kain sarung, sebahagian keluarga ada yang memberikan uang yang dirangkai menjadi seperti selendang, kepada pengantin atau kepada kedua orang tua mempelai. Uang tersebut kemudian dikalungkan kepada mempelai atau kedua orang tua pengantin.

Baca Juga : Mengenal Kesenian Bordah Kualuh Melayu

Makna dari pemberian kain sarung dan uang tersebut adalah sebagai hadiah untuk kedua pengantin dan orangtua. Pemberian uang dan sarung diibaratkan seperti menabung. Karena sebelum disampaikan kepada pengantin atau orang tuanya, jumlah uang yang akan diberikan, dicatatkan lebih dulu kepada panitia yang ditugaskan. Pencatatan ini berguna jika pada waktu berikutnya si pemberi mengadakan pesta, ia juga akan menerima hal yang sama. Setelah semua pihak keluarga menari, maka acara tari Endeng-endeng pun berakhir, kedua pengantin beristirahat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *